Senin, 26 Agustus 2013

wizard of heart [bagian 1]

halo...
eh kali ini ane mau posting sesuatu yg gak biasa..

kali ini bakalan nulis cerita muehehehehehe..


APPAAAAAAAHHHHH ?!


iye, ane tau gak biasanya ane nulis yang kayak ginian, eh tapi ane kasi tau ya, dulu ane suka bikin manga, sampe 20-30 chapter kalo gak salah.. masa iya 30 chapter gak dibikinin cerita dulu. Nah, dari situ ane selain hobi gambar juga hobi nulis cerita, abis itu dibuatin gambarnya deh. 

sebenarnya nulis ini udah dari dulu, udah empat chapter, nanti dilanjutin di blog aja hehehe, mudah-mudahan kelar nih cerita.

judulnya wizard of heart (ane gak tau nyari nama hehehe), kalo ada kritik dan saran ato apa gitu silahkan komentar ya.. kripik pedasnya ditunggu :D

eh, hampir lupa.. mohon jangan disalin atau dipakai tanpa seizin ane untuk kepentingan pribadi ya hehe..

so, enjoy..

Hari ini ayah Teo akan pergi ke luar kota untuk pekerjaan yang sangat mendesak selama sebulan. Dan akibatnya, Teo dititipkan kepada kakeknya yang tinggal  di pinggiran kota.   
‘Ayah tidak akan lama, Cuma sebulan’, kata ayah sambil mengusap kepala Teo.                                                                                                                                     
‘Iya, tapi lebih baik aku di rumah saja, daripada bersama kakek selama sebulan. lagipula kenapa aku tidak boleh ikut bersama ayah saja ?’, Tanya  Teo.                      
‘Kamu tidak ingat terakhir kali kamu sendiri dirumah ? kamu hampir membakar habis rumah kita, lagipula di sana kamu akan merasa bosan’, Jawab ayah Teo sambil tersenyum.


Setelah kurang lebih satu setengah jam perjalanan, mereka tiba di rumah kakek yang berada tepat di samping hutan pinus yang lebat, rumah yang terbuat dari kayu Ek dan berhiaskan ornamen-ornamen aneh bergaya gothik, halaman yang penuh daun- daun kering yang tidak pernah dibersihkan, serta terdapat patung manusia berjubah yang tepat berada di pintu gerbang.
‘Kita sudah sampai..’, Kata Ayah sambil membuka pintu mobil yang berdecit.
‘Ya, sampai di peradaban kuno’, Jawab Teo.
Kemudian keluar seorang pria berjenggot putih dengan tinggi kira-kira mencapai dua meter dari dalam rumah yang berusia ratusan tahun itu.
‘Selamat pagi pak Flaming !!’, Sapa Pria berjenggot itu.
‘Selamat pagi Norbert !’, Jawab ayahku.
‘Dan kamu pasti Teo Flaming yang akan tinggal di sini selama sebulan’, Kata Pria berjenggot itu sambil menyodorkan tangannya untuk berjabat kepada Teo.
‘Tanganku bisa dengan mudahnya dihancurkannya kalau besar begini !’, Ucap Teo dalam hati sewaktu berjabat dengan Norbert.                                                               
‘Oke, ayah harus pergi sekarang, nanti ayah ketinggalan pesawat.’ Kata ayah Teo.        
‘Oke, ayah’ Memeluk erat sang ayah.
‘mungkin kamu akan menemukan sesuatu yang menarik di sini’, Bisik Ayah Teo.
‘Seperti apa ? ruang rahasia ? atau harta karun terpendam ?’, ledek Teo.
‘ha ha ha, mungkin saja.. siapa yang tahu’, jawab ayah teo tersenyum.
Ayah Teo pun pergi meninggalkan Teo, seorang bocah limabelas tahun dangan kakeknya dan pria tinggi berjenggot putih, Norbert.
Teo pun memasuki rumah kakeknya, melewati pintu depan yang sangat tinggi, terbuat dari kayu hitam yang diberi ornamen.
Setelah melewati ruang tamu, Teo berada di koridor yang panjang. Terpajang foto foto tua di sepanjang dinding koridor. Di ujung koridor Teo melihat ruangan dengan perapian, ruangan yang tidak terlalu besar untuk seukuran ruang keluarga. Dia melihat seseorang duduk di sofa dekat perapian, Dengan perasaan agak takut, Teo mendekati orang itu. Ternyata itu adalah kakek yang tertidur dengan baju hangat dan sendal bulu yang masih terpasang di kakinya.
‘Tidak usah dibangunkan, kakekmu sedang beristirahat’, Berbisik di telinga Teo.
Teo berusaha untuk tidak kaget akibat bisikan Norbert.
‘Kau mengagetkanku, Norbert !!’, Seru Teo.
‘Maafkan aku Teo. Kamarmu sudah siap, beristirahatlah dulu kau pasti lelah dalam perjalananmu. Aku akan memanggilmu jika makan malam sudah siap’, Jawab Norbert.     
‘Baiklah..’, Jawab Teo.
‘Setelah menaiki tangga, kamarmu yang di sebelah kanan’, sambung Norbert.
Teo meninggalkan ruang perapian, menuju tangga yang terbuat dari kayu serta di pasangi karpet merah yang sudah usang. Setelah menaiki tangga, Teo melihat dua buah kamar di ujung koridor. Sama seperti dengan koridor di bawah, di sini juga dipasangi foto foto keluarga, mata Teo tertuju kepada satu foto yang berada pas di sebelah pintu kamarnya. Dia melihat foto dirinya bersama sang kakek pada saat dia berumur tiga tahun. Teo sedikit tersenyum melihat foto itu.
Sebelum memasuki kamarnya, Teo melihat kamar di sebelah kamarnya. Dengan pintu yang catnya sudah terkelupas, gagang pintu yang rusak akibat pukulan benda tumpul. Teo pun memasuki kamarnya, dengan ranjang untuk dua orang yang kelihatan terlalu besar untuknya, lemari pakaian, meja di pojok kamar dengan beberapa buku bacaan di atasnya. Kemudian Teo membuka lemari pakaian, menaruh seluruh pakaiannya. Dan dia menuju meja dan mengambil salah satu buku yang tersusun di meja. “The Wizard of Heart” tertulis di sampul buku yang Teo ambil. Lalu Teo berbaring di ranjang dan membaca beberapa kata di buku itu.
‘..dan tidak ada satupun kekuatan sihir yang dapat melebihi kekuatan cinta..’, baca Teo beberapa kata dari buku tersebut.
‘Bosan..’, Sambil menutup buku yang dia pegang.
Teo pun menutup mata, dan tanpa sadar dia pun tertidur, akibat kelelahan dari perjalanan panjangnya. Dengan buku yang masih berada dalam genggamannya, Teo bermimpi dalam tidurnya. Dia bermimpi bertemu dengan seorang kakek – kakek, berambut dan berjenggot putih, memakai jubah berwarna hitam, sama persis dengan patung di gerbang rumah kakek.
‘Siapa anda ?’, Tanya Teo.
‘Aku adalah keingintahuanmu..’, Jawab kakek itu.
‘Apa ? aku tidak mengerti maksudmu, kek..’ , Teo bingung.
‘Kamu akan segera tahu semuanya, nak..’, Kata kakek itu lagi.
Dan kemudian kakek tersebut menghilang dari hadapan Teo bagaikan ditiup oleh angin. Teo pun terbangun dari mimpinya yang aneh itu.
‘mimpi yang aneh..’ , Kata Teo sambil melihat sampul buku yang masih di genggamnya.
Seseorang mengetuk pintu. Teo beranjak dari tempat tidurnya, menuju pintu dan membukanya. Setelah dibuka, berdiri Norbert dengan sweater tebal dan syal terlilit di lehernya.
‘Makan malam sudah siap, kakekmu juga sudah menunggumu’, Kata Norbert agak menunduk.
‘oh, baiklah aku akan segera turun’, Jawab Teo.
      
 Di ruang makan, terlihat kakek sudah bersiap di meja makan, dia duduk di ujung meja makan yang kira-kira panjangnya tiga meter.
‘ah, Teo !! kemarilah..’ Ujar kakek melihat Teo yang berdiri di pintu.
Teo pun mendekati kakeknya, duduk di kursi dekat kakeknya.
‘Kau sudah besar sekarang yah’, Sambil menepuk pundak Teo.
‘Ini ayam panggangnya !!’, Potong Norbert sambil membawa seekor ayam panggang yang masih berasap.
‘Waktunya makan, Teo. Makanlah yang banyak’, Kata kakek sambil membalik piringnya.
Setelah menyantap makan malam yang lezat, Kakek dan Teo bersantai di ruang perapian. Duduk di sofa dekat perapian sambil menikmati teh hangat.
‘kau tahu Teo, sewaktu ayahmu masih kecil kami sering duduk disini bersama-sama, menghangatkan tubuh dari dinginnya udara. Yah, seperti yang kita lakukan bersama sekarang’, cerita kakeknya.
Teo pun tersenyum mendengar cerita kakeknya, dan meneguk teh hangatnya.
‘oh, apakah kau betah tinggal disini ?’, tanya kakek.
‘umm, aku belum tahu, kek. Tapi akan aku usahakan’, Jawab Teo sambil tersenyum kembali.
‘Ha ha ha.. kau pasti akan sangat betah tinggal di sini’, sambil tersenyum.
Saking asyik mengobrol bersama, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul duabelas tengah malam.
‘Teng !! Teng !! Teng !!’, Bunyi lonceng jam yang berada di ruang perapian.
‘Sekarang sudah tengah malam, Istirahatlah..’, Kata kakek.
‘Baiklah, kek. Tapi kakek juga harus Istirahat’, Kata Teo.
‘Hahah. Baiklah baiklah’, Jawab kakek.
Setelah meninggalkan ruang perapian, Teo pun langsung menuju ke kamarnya, akan tetapi dia mendengar sesuatu. Sesuatu dari ruangan dari seberang kamarnya. Teo pun dengan ragu – ragu mendekati ruangan tersebut. Dia memegang gagang pintu yang rusak itu, dia berusaha membuka pintu tersebut, tapi tidak bisa. Dengan sekuat tenaga dia membuka pintu tersebut, dan akhirnya dia menyerah. Dia hanya bisa mengintip dari lubang kunci pintu tersebut. Gelap, hanya itu yang bisa dia lihat dari lubang kunci itu, dia memicingkan matanya.Dia sepertinya melihat sesuatu.
‘Apa itu ?’, Tanya Teo.
‘Bukan apa – apa !!’, Jawab Norbert yang tiba – tiba muncul di dekat Teo.
‘Haahhh, kau mengagetkan aku lagi Norbert !!’ Sentak Teo terkaget.
‘Tidak ada apa – apa di sana Teo, hanya setumpuk barang yang tak terpakai’, Ujar Norbert.
Teo pun langsung berjalan menuju ke kamarnya.
‘Selamat malam, Norbert !!’, Salam Teo.
‘Selamat malam, Teo..’, jawab Norbert.
Teo hanya berdiri di pintu, masih terengah-engah akibat dikagetkan oleh Norbert.
‘Huh, aneh sekali.. aku yakin tadi aku melihat sesuatu di sana’, ujar Teo.
Kemudian Teo berjalan menuju tempat tidur yang empuk, merebahkan tubuhnya dan tertidur.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

mungkin ayahnya mukanya ganteng, kakeknya rambutnya putih semua, terus Norbert kaya Dumbledore, Teonya anak cowo kecil mungil *membayangkan*

Unknown mengatakan...

haha yg ayah betul, kakek betul, norbert sebenarnya kayak hagrid :p teonya jg betul.

Anonim mengatakan...

Mkin,,, yg berjubah hitam dan jenggot putih ntu manusia srigala kali ya. :)